Selasa, 26 Juni 2018

APA EFEK PENYAKIT TB AKAN TETAP TERASA SELAMA SISA UMUR MEREKA?



Makasih Ya Allah Gustiii, kalo aku ga sembuh, aku ga bakal sampai siniii...


Sering aku bertanya-tanya, bahkan setelah aku sembuh, kenapa aku masih sering sesak, mudah batuk,  sendi masih ngilu, dan badan mudah panas-dingin padahal aku sudah putus hubungan dengan penyakit TB. Apakah aku akan tetap merasakan ini selama sisa umurku?


Pengobatan TB minimal 6 bulan bukanlah waktu yang pendek, walaupun hanya sekedar menelan 3 obat sebesar kacang kulit. Apalagi efek obat itu yang bikin panas dingin melebihi jatuh cinta, mual seperti ada anak kucing di dalam perut dan sendi yang ngilu bak motor yang ‘kesatan’ oli.

Setelah sembuh pun bukan berarti selesai, efek penyakit masih terasa seperti sesak, batuk, mudah demam, dan nyeri sendi. Secara psikis apalagi, aku jadi ‘parno’, ketika batuk lebih dari seminggu, aku lari ngibrit ke RS khusus paru-paru, takut aku relaps atau tertular kembali.

Pernah suatu kali kunjungan ku ke RS tersebut aku bertanya, mengapa efek penyakit ku masih sering muncul meski aku sudah sembuh.

Setelah dinyatakan sembuh dari TB, artinya bakteri TB di dalam paru-paru itu sudah mati dan tidak tumbuh. Tapi bukan berarti kinerja paru-paru akan kembali 100%” kira-kira jawaban Pak Dokter seperti itu.

Jadi selama sakit, bakteri itu merusak jaringan, yang paling sering dirusak adalah paru-paru, bahkan baketri itu membuat lubang seperti sarang lebah di sana. Ketika sudah sembuh, bakteri tersebut sudah mati, tetapi  paru-paru adalah salah satu jaringan yang susah meregenerasi, artinya meski sudah sembuh, lubang-lubang dan bekas TB masih akan tetap ada. Itulah penjelasan mengapa aku yang sudah sembuh masih sering sesak.

Apa efek penyakit TB akan tetap terasa selama sisa umur mereka?



Obatnya gedhe sebesar kacang kulit isi 2 biji, dan beratnya 900mg. Sekali minum  3 biji. 


Susah payah aku ‘menguntal’ obat lebih dari 500 butir, dengan jengkel aku membuat perhitungan dengan tubuhku. Aku akan berusaha sekuat tenaga, entah akhirnya tubuhku yang menguat atau mentalku yang menyerah.

Olah Raga

Aku memulai olah raga 4 tahun yang lalu, setelah pulang ke rumah hingga sekarang. Olah raga seminggu 3 kali. Diawali jogging semingggu 3 kali dengan jarak yang dekat dan kecepatan rendah. Capek? Jelas, ‘ngos-ngosan’ banget. Kecepatan dan jarak pun aku tambah ketika tubuh sudah beradaptasi. 

Zumba dengan ibu-ibu gaul,, hak eee hok yaaa


Bosan dengan jogging aku mengombinasikanya dengan olah raga lain. Sekarang  olah raga yang aku lakukan adalah jogging-renang-zumba. Sekarang? Aku kuat jingkrak2 satu jam non stop di gym atau renang  bolak-balik lebih dari 10 kali dengan panjang 50 m.

Gunung

Olah raga tambahan adalah mendaki gunung. Banyak artikel yang tidak merekomendasikan olah raga ini untuk penderita bahkan mantan TB.  Pertimbanganku karena sesak ku sering muncul di dataran tinggi dan cuaca dingin , jika aku tidak berlatih, maka tubuhku tidak akan belajar. Keputusan ini artinya perang antara mental dan tubuh. EXPAND YOUR LIMIIIIITTTT!!!!!!!!


Awalnya? Cuma sampai basecamp artinya aku belum jalan kaki, apalagi menggotong keril gedhe, itu pun sudah  diawali drama sesak dan muntah. (*maafkan aku ya...)

Pendakian selanjutnya, tubuh mulai belajar dan pencapaian bertambah dari base camp ke pos 1, dan seterusnya.  Perjuangan di sini panjang kali lebar, merepotkan banyak teman, menguras air mata, mental, tenaga, emosi dan paling pasti adalah menguras rekening. heheee... Jika banyak yang penasaran ,besok kapan2 aku tulis, cerita Mantan TB bisa sampai puncak.  (*malu sih, kesannya kok kayak pamer ini-itu, tapi kalo ceritaku bakal jadi motivasi sesama TB survivor, apa sih yang nggak, aku bersama kalian teman-teman....................)
Kasih jawabanya ya, biar aku tahu, aku ga ahli sandi morse untuk nerjemahin kodemu beb...

Sudah jalan 2 hari Ya Allah, rasanya pingin mabuuurrrrrrrr sajaaa...

Tenaaaanggg,, jangan takuttt, mereka jinak kok...


Sekarang? Aku masih sering sesak apabila camp malam hari di ketinggian  3000 mdpl. Tapi mendaki saat siang hari, tubuhku bisa bertahan di ketinggian lebih dari 3000 mdpl.

Makanan
"Kamu adalah apa yang kamu makan" agaknya ungkapan itu aku setuju sekali, karena bugar terdiri dari 20% olah raga dan 80% nutrisi.

Jelas, aku tidak akan menjelaskan panjang kali lebar, semua orang pasti tahu mana yang sehat dan mana yang tidak.  Tidak ada makanan spesial, yang pasti adalah pilih makanan sehat dan jauhi junkfood. 

Aku memilih gaya hidup food combining yang sebenarnya juga tidak ada makanan mahal dan spesial. Aku melakukannya sudah hampir 3 tahun yeyyyyyy… 


Apa saja yang berubah?

Aku dulu sering sesak, saat kecapekan, dingin, berada di ketinggian, bahkan hanya sekedar tidur tidak berselimut itu menyebabkan napas terasa sesak di pagi hari. Sekarang, sesak muncul hanya ketika berada di ketinggian 3000 ke atas, dan kecapekan di rumah tetapi hanya sekali-dua kali dalam setahun yang penyebabnya masih belum tahu.

Nyeri sendi dulu sering terasa apalagi saat badan demam, dan nyerinya itu sampia ke gigi dan jari-jari tangan. Buruknya, demam itu betah sekali tinggal di badanku.  Sekarang, nyeri sendi masih juga terasa saat kurang olah raga dan saat demam, tetapi intensitas demam  sekarang jauh berkurang. Biasanya demam saat badan mau sakit. Solusinya sebelum badan sakit, pasti ada tanda-tanda badan mudah capek dan sebagainya, nah itu aku manfaatkan minum air bergalon-galon agar ketika sakit, tubuh tidak demam.

Perjalanan hidup yang berat itu biasanya membawa kita ke tempat yang indah



Apa efek penyakit TB akan tetap terasa selama sisa umur mereka?

Jawabannya TERGANTUNG “Apakah dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk menghargai kesempatan hidup kedua yang diberikan Tuhan setelah sembuh TB atau belum”





Artikel terkait :

Rabu, 29 November 2017

MENGENAL LEBIH DEKAT DENGAN TB (1)

Apa itu Tuberkulosis?


Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia.

Ketika bakteri tersebut menginfeksi bagian tubuh, maka orang tersebut menderita Tuberkulosis (TB) atau TBC atau paru-paru basah, meski artikel lain menyebut paru-paru basah adalah bronkitis ada juga pneumonia.

Infeksi adalah kolonalisasi mikroorganisme pada jaringan yang ditempatinya. Infeksi sering mengacu pada keadaan di mana ada spesies asing yang hidup di dalam atau berada pada organisme inang(organisme yang ditempati), bereplikasi dan mengganggu kerja jaringan organisme inang, sehingga dapat disebut memabahayakan inang.

Bakteri menginfeksi inang itu, seperti benalu yang menjajah pohon besar, karena benalu tidak bisa hidup sendiri untuk cari makan. Maka dia hidup dengan menjajah pohon sebagai sumber nutrisinya, dan hal ini bersifat parasit yaitu merugikan pohon inang. Unsur hara yang diserap akar pohon, tidak terhisap oleh nya, tapi diambil oleh benalu. Jadi benalu merusak pohon inangnya.

Jadi,Tuberkulosis artinya suatu keadaan dimana Mycobacterium Tuberculosis menginfeksi atau menjajah tubuh dan berkembang biak. Bakteri tersebut tidak bisa hidup sendiri, maksudnya tidak bisa mencari makan sendiri dan tumbuh sendiri. Dia bisa hidup hanya dengan menginfeksi organisme lain.

Apa saja gejala TB?

  • Batuk terus menerus selama lebih dari 2 minggu
  • Demam
  • Darah di dahak
  • Dada sesak
  • Kehilangan selera makan
  • Berat badan turun
  • Kesulitan dalam bernapas


Bagaimana TB menyebar?

TB menyebar melalui udara. Ketika seorang yang terinfeksi TB Paru batuk, bersin, hal ini memungkinkan bakteri tersebut keluar dan terbang di udara. Siapa pun yang menghirup udara yang mengandung bakteri tersebut bisa berkembang menjadi terinfeksi TB. Dari paru-paru, bakteri TB bisa berpindah ke organ lain melalui darah.


TB tidak menyebar dengan berbagi peralatan bersama, makanan, air atau bersentuhan.


Bagian Tubuh apa saja yang diinfeksi oleh Bakteri TB?


Bakteri TB bisa menyerang/menginfeksi semua organ tubuh kecuali rambut dan kuku. Tetapi organ yang paling sering terinfeksi adalah paru-paru.

Siapa saja yang dapat terinfeksi TB?

Karena TB adalah penyakit yang penyebarannya lewat udara, jadi siapa pun yang menghirup udara yang mengandung bakteri TB. TB bisa menginfeksi semua orang, semua umur, dan semua strata ekonomi.


Bagaimana reaksi tubuh jika kita menghirup udara yang mengandung bakteri TB?

Ada 3 kemungkinan tubuh bereaksi terhadap bakteri yang masuk:
  1. Bakteri TB Mati
    Jika sistem kekebalan tubuh kuat, maka limfosit berhasil membunuh bakteri dan infeksi tidak menyebar lebih jauh.
  2. Bakteri TB Tidur
    Jika sistem kekebalan tubuh tidak cukup kuat, jadi limfosit tidak berhasil membunuh bakteri tetapi infeksi dapat dibatasi dan tidak menyebar lebih jauh.
    Namun ketika imun tubuh turun, bakteri yang awalnya dorman (tidur), kemudian aktif kembali dan menyebar dengan cepat. Keadaan ini disebutTB reaktivasi. Hal ini juga dapat dipicu oleh paparan bakteri TB baru, yang menyebabkan aktif kembalinya infeksi pertama dan disebut Infeksi TB kedua.
  3. Bakteri TB Aktif
    Jika sistem kekebalan tubuh lemah, maka limfosit tidak dapat membatasi bakteri TB , berkembang biak menyebar dengan cepat. Orang tersebut mengalami gejala dan jatuh sakit menjadi TB aktif.

a dan b disebut TB latent,


Apakah TB Non Paru bisa menular?

Tidak.

Jika seseorang sakit TB paru aktif, bagamana pencegahan yang dapat ia lakukan untuk memastikan agar tidak menyebarkan bakteri TB?


Diketahui bahwa penyebaran TB adalah melalui udara, tindakan yang paling penting untuk mengendalikan penyebaran bakteri adalah menggunakan masker. Selain itu, pasien TB sensitif umumnya sudah tidak menular, ketika sudah melewati pengobatan 2 minggu pertama. Patuh dan disiplin meminum obat pada dosis yang benar itu sangat penting. Hal penting lain adalah menjaga aliran udara lancar dengan membuat ventilasi yang baik.



Sumber :
Pharmaceutical Care untuk penyakit TB. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Depkes RI. Jakarta:2005
A Quick Guide to Tuberculosis. A resource for Journalist. November 2005(v2). Bisa didapat di www.media4tb.org
https://www.cdc.gov/tb/publications/faqs/qa_introduction.htm#whatistb
https://www.khanacademy.org/science/health-and-medicine/infectious-diseases/tuberculosis/v/tb-pathogenesis


Selasa, 19 September 2017

MAKANAN DAN HARAPAN SEMBUH PASIEN TB



Pekan Gizi Nasional (5 September di India) adalah waktu yang tepat untuk meninjau kembali hubungan gizi dan Tuberkulosis.



Kira-kira dalam waktu 3 menit, artikel ini habis dibaca, 3 orang di suatu tempat di India meninggal karena TB. India menanggung beban proporsi tuberkulosis global yang signifikan, mengandung seperempat kasusu di dunia. Lebih dari 2 juta orang India terserang TB setiap tahunnya. Kami sangat menyadari pentingnya faktor pengobatan dan dukungan TB yang patut mendapatkan perhatian di India, termasuk juga kesadaran yang lebih baik, diagnosis dini, peningkatan akses terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT), deteksi terhadap resistensi obat dan penyelesaian pengobatan. Nutrisi, bagaimanapun, adalah aspek yang penting dalam pengobatan yang sering diabaiakan.


Riwayat medis penuh dengan bukti anekdotal yang menyoroti peran nutrisi dalam membantu pasien pulih dari TB. Kembali di abad 19, TB adalah penyakit umum di seluruh Eropa. Tidak tersedia obat anti TB sehingga pasien sering dikirim ke sanatorium , dimana mereka menjalani rejimen harian yang ketat yang terdiri dari makanan bergizi, banyak udara segar, istirahat dan aktivitas terbatas. Dan banyak dari mereka mampu pulih. Dengan sedang berlangsungnya Pekan Gizi Nasional, inilah saat yang tepat untuk meninjau kemabil hubungan antara gizi dan tuberkulosis

Hubungan antara TB dan gizi buruk


Kekurangan gizi merupakan faktor resiko berat untuk TB . Penyakit ini, pada saat tertentu, mengakibatkan perubahan patofisiologis yang menyebabkan kekurangan gizi. Pasien TB mengalami kehilangan nafsu makan, memiliki laju metabolisme basal (BMR) yang lebih tinggi dan berkurangnya kemampuan untuk mensintesis protein dalam tubuh, menyebabkan pemborosan otot, kekurangan lemak, dan penurunan berat badan, serta kekurangan mikro dan makronutrien. Kekurangan gizi dikombinasikan dengan durasi pegobatan TB yang lama dan obat-obatan, menyebabkan outcome pengobatan yang buruk dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi

Kurang gizi pada saat diagnosis TB juga dikaitkan dengan lebih tingginya resiko kematian akibat infeksi.


Pentingnya makanan yang baik saat pemulihan TB


Diperkirakan 70% kasus TB yang timbul, tercatat berada di rentang usia paling produktif (15-54 tahun), seringkali mengakibatkan pasien kehilangan pekerjaan yang mungkin menjadi tulang punggung bagi keluarga mereka. 

Bahkan, keadaan hidup yang tidak bersih, keterbatasan akses menuju fasilitas kesehatan dan kurangnya kesadaran membuat keluarga yang kurang mampu menjadi lebih rentan dan memaksa mereka pada masalah keuangan yang lebih rumit. Oleh karena itu, penting untuk memberikan dukungan berupa nutrisi yang dibutuhkan pasien dan keluarga mereka dengan harapan dapat meningkatkan harapan sembuh pada pengobatan dan mengurangi penularan TB ke anggota keluarga lain.

Asupan kalori, protein, mikronutrien dan makronutrien yang cukup selama pemulihan TB dapat membantu menambah jumlah kalori dan energi yang dibutuhkan akibat infeksi, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan reaksi biokimia yang terlibat dalam proses perbaikan dan pemulihan sel dan jaringan, dan membantu penanganan gejala TB dan efek sampingnya. Pasien TB harus mendapatkan 45%-65% kebutuhan energi hariannya dari karbohidrat, 25%-35% dari lemak dan 15%-30% dari protein. Beberapa nutrisi penitng untuk pasien adalah vitamin A, B6, C,D,E, asam folat, temabaga, besi, selenium dan seng, karena berperan penting dalam fungsi yang berhubungan dengan sel dan kekebalan tubuh.

Memberikan dukungan nutrisi bagi mereka yang membutuhkan.


Pemerintah Chhattisgarh (red-Negara bagian dari India) telah menjadi orang pertama yang meluncurkan skema inovatif untuk memberikan bantuan nutrisi kepada pasien TB. Mukhyamantri Kshay Poshan Yojana (red: Program kesejahteraan oleh Pemerintah India) menyediakan sekeranjang makanan bulanan yang mencakup minyak kacang kedelai, kacang tanah, dan susu bubuk bagi setiap 30.000 pasien. Di kota-kota lain seperti Visakhapatnam (Andhra Pradesh-red-Negara bagian India) dan Indore (Madhya Pradesh- red-Negara bagian India), memberikan nutrisi yang dibutuhkan kepada pasien TB, terutama yang tinggal di daerah terpencil.

Sangat penting, pada saat diagnosis itu sendiri, untuk mengecek status gizi pasien dan memberikan konseling kepadanya tentang peran nutrisi. 


Kita harus melakukan hal ini tanpa mengesampingkan faktor standar rejimen dan ‘monitoring’ TB. Pengecekan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional atau petugas layanan kesehatan terlatih lainnya di pusat kesehatan masyarakat. Beberapa parameter seperti tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas (pada anak-anak), riwayat medis, tanda kekurangan gizi klinis(misalnya busung lapar, wasting), bersamaan dengan evaluasi makanan dan cek kondisi kormobid (penampakan dari 2 buah penyakit yang bersamaan) untuk menilai apakah pasien tersebut kekurangan gizi. Menawarkan suplemen nutrisi juga dapat disebut sebagai insentif bagi pasien untuk memotivasi mereka agar patuh dan dapat menyelesaikan pengobatannya.


India telah membuat langkah yang signifikan dalam mengurangi prevalensi TB dan moralitas TB dalam 25 tahun terakhir. Bagaimanapun, untuk menghapus label India sebagai negara dengan beban TB global tertinggi, maka kita perlu bersatu dalam memberikan dukungan nutrisi ke dalam strategi pengobatan, perawatan dan dukungan TB, khususnya untuk masyarakat yang kurang mampu.

Red: Indonesia memiliki beban TB tertinggi kedua, setelah India


Senin, 04 September 2017

OBAT ANTI TUBERKULOSIS DIMINUM SEBELUM, SAAT, ATAU SETELAH MAKAN?

Peneliti Menjawab

TNN | Diupdate: Sep 4, 2017, 05:51 IST

Chennai: Dalam sebuah penelitian tentang mengubah jadwal minum obat anti tuberkulosis (OAT), sekelompok peneliti telah menemukan bahwa makanan dapat mengurangi keefektifan sebagian besar obat lini pertama dari pengobatan infeksi ini.

Sebuah tim dari Institut National Penelitian tuberkulosis (NIRT-India)- setelah menguji 25 pasien TB di Chennai yang makan sebelum minum obat mereka- menemukan, bahwa, konsentrasi OAT tersebut menurun secara signifikan dan memperlambat penyerapannya. Mereka meneliti 3 obat lini pertama : rifampicin, isoniazid and pyrazinamide.

Dr.Soumya Swaminathan, direktur jenderal Indian Council of Medical Research, salah satu rekan penulis mengatakan, meskipun kebanyakan dokter mengetahui dampak klinis pada makanan terhadap refampicin, pedoman mengenai kapan mengkonsumsi selain obat itu tidak jelas. “Studi kami menunjukkan bahwa setidaknya dua obat lini pertama lainnya perlu diminum dengan berpuasa (tidak makan 12 jam sebelum minum obat-red)”katanya, menambahkan penemuan mereka itu penting, karena rendahnya dosis obat lini pertama. “Dan jika makanan malah lebih mengurangi keefektifan, hal ini dapat menyebabkan kekhawatiran” imbuhnya.

Bagaimanapun, tidak semua orang bisa mentolerir obat ini saat perut sedang kosong “ Dalam kasus tersebut, setidaknya tunda waktu (minum obat-red) 3 jam setelah makan

Penelitian yang telah dipublikasikan di Indian Journal of Medical Research, mengenai studi pasien yang minum obat setelah sarapan 4 idli (Sarapan khas India Selatan-red) dengan coconut chutney (saus kelapa) dan sambar (sejenis masakan sayur India Selatan) dan satu cangkir kopi. Kelompok yang serupa di periksa setelah puasa semalam 12 jam, dilanjutkan dengan pemberian obat dan sarapan setelah 2 jam pemberian obat.

Pemberian obat bersama makanan menyebabkan konsentrasi plasma (waktu yang dibutuhkan obat untuk mulai bereaksi setelah diserap oleh darah) turun 50%, 45%, dan 34% berturut-turut untuk rifampicin, isoniazid and pyrazinamide.



Obat Anti Tuberkulosis


Peneliti mengatakan bahwa asupan makanan mempengaruhi perjalanan ruwet dalam bioavailability obat (perjalanan obat hingga diserap sel-red),” Hal itu mungkin mengganggu tidak hanya pada disintegrasi tablet, pelarutan obat dan transit obat selama di saluran pencernaan tetapi juga dapat mempengaruhi transformasi metabolik obat di dinding penceraan dan hati” kata Dr. Greetha Ramachandran dari departemen biokomia dan klinik farmakologi NIRT.

Dia menambahkan tidak ada pedoman yang jelas mengenai apakah boleh atau tidak meminum obat bersama dengan makanan.”Yakin, bahwa obat tidak mentolerir dengan baik saat perut kosong dan beberapa pasien lebih memilih untuk makan dahulu sebelum minum obat-obatan mereka” katanya. Dalam program perbaikan pengendalian TB Nasional (India-red), semua obat diberikan bersamaan dengan pengobatan pengawasan langsung (DOT) pada fase intensif.

Studi tersebut merekomendasikan dokter untuk menjelaskan kepada pasien tentang efek positif dari minum obat dalam keadaan belum makan dan disarankan untuk melakukan hal itu. “Ada juga kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut untuk memaksimalkan khasiat dan keamanan obat yang digunakan saat ini” saran Dr. Swaminathan.




Selasa, 22 Agustus 2017

CATATAN TENTANG PENGALAMAN PASIEN TB

Oleh : Dr. Madhukar Pai


Nandita Venkatesan (kiri) dan Deepti Chavan (kanan), TB Survivors dan Advokat pasien dari India, menghabiskan dua minggu di McGill University, Montreal, dan berbicara dalam tiga kursus di Summer Institute in Infectious Diseases & Global Health.

Sebagai seorang peneliti Tuberkulosis (TB), aku (red : Dr. Madhukar Pai) sudah menyimpulkan hasil yang menunjukan bahwa kualitas perawatan TB perlu banyak diperhatikan , terutama di negara-negara dengan resiko TB tinggi misal India. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien seringnya terdiagnosa sangat terlambat dan dokter jarang memberikan tes TB (atau pasien direkomendasikan untuk melakukan tes), bahkan ketika pasien menunjukan gejala lama. Kualitas perawatan yang buruk adalahalasan mengapa TB bertanggungjawab lebih banyak nyawa daripadamalaria dan HIV kombinasi dan menduduki peringkat 10 besarkematian didunia.

Tetapi memahami pengetahuan tidak mampu menahanku merinding, saat mendengar cerita dari 2 gadis pemberani yang selamat dari TB tentang bagaimana mengeluarkan isi perutnya dan melawan semua rintangan. Awal bulan ini, acara dibawakan oleh Deepti Chavan dan Nandita Venkatesan dari India pada McGill Summer Institute di Penyakit Infeksi danKesehatan Global. Kami membukakan materi kemajuan diagnosa TB dengan menanyakan Nandita dan Deepti untuk mengatakan mengapa diagnosis yang tepat sangat penting bagi pasien. Dan seperti apa efek yang telah dia alami.

Deepti Chavan, telah memenangkan pertarungannya melawanTB. Dia didiagnosis TB ketika umur 16 tahun, setelah beberapa minggu mengalami gejalanya. Di semua keadaannya, dia menahan 6 tahun terapi obat yang beracun, termasuk 400 suntikan yang menyakitkan dan sebagian besar paru-paru yang terinfeksi harus dioperasi agar kembali pulih dari TB RO yang parah.

Selama pembukaan acara yang menyentuh, Deepti berbicara tentang bagaimana dia periksa pada beberapa dokter dan tentang bagaimana sebagian besar dokter mengubah antibiotiknya tanpa melakukan tes kinerja obat. “Saya benar-benar ingin tahu jika obat TB yang saya minum itu manjur atau tidak” katanya. Praktisnya, melakukan tes resistensi obat pada semua pasien TB untuk memastikan pengobatan itu adalah jalan yang efektif. Hal itu benar-benar diperlukan, kata Deepti.” Kami tidak bisa membahayakan kehidupan pasien TB dengan diagnosis terlambat dan memberinya perawatan yang tidak tepat,” dia berpendapat “Mungkin jika dokterku sudah melakukan tes resistensi obat lebih cepat, paru-paruku seharusnya bisa diselamatkan

Nandita Venkatesan menceritakan kembali perjuangannya yang dimulai sejak umur 17tahun Ketika dia didiagnosis memiliki TB perut dan memulai pengobatan setelah gelajanya berkembang selama 3 bulan, itu pun harus berulang kembali pada umur 23 tahun. Pada waktu itu, dia perlu dioperasi dua kali untuk bertahan hidup.

Bagian yang tidak menyenangkan dari semuanya itu setelah ulang tahun yang ke-24 ketika bangun tidur dan benar-benar tidak mendengar apapun. Nandita kehilangan pendengarannya karena efek Kanamycin, obat TB tingkatan kedua yang harus diminum oleh pasien TB RO. Di TEDx talk dengan judul “Dari suara menjadi Sunyi- Pelajaran dari perjalanan menujukehilangan pendengaran”, Nandita memberikan kami kesempatan mengintip duniamya yang sunyi, tantangan, dan doa dalam menghadapi masyarakat yang tidak ramah pada orang-orang dengan disabilitas, pertimbangannya untuk mendapatkan kembali pekerjaannya dan bagaimana dia memulai menarilagi.

Dalam pidatonya di MacGill, Nandita menantang kami (red : peneliti) untuk kembali dengan diagnosis yang lebih baik untuk TB extra paru. “Sebuah hasil tes untuk meneliti resistensi obat membutuhkan waktu 6 minggu Tetapi waktu tersebut sudah cukup untuk mebolakbalikkan kehidupan pasien”katanya. Dia juga sangat memohon untuk mengembangkan obat TB menjadi lebih baik dengan efek samping yang lebih sedikit. Dia menanyakan mengapa semua pasien pengobatan tingkat 2 tidak mendapatkan tes pendengaran secara rutin untuk menutupi kemungkinan kehilangan pendengaran? Pasien tidak hanya memerlukan diagnosis yang tepat, tetapi juga membutuhkan tindak lanjut yang memadai dan monitoring selama pengobatan yang panjang, katanya

Perempuan di india di kucilkan ketika mereka memiliki TB. Tetapi hal ini tidak menghentikan perjuangan Deepti dan Nandita. Mereka adalah advokat yang mumpuni sekarang, berjuang melawan TB di India dan terlibat dengan ilmuwan dan pemerintah untuk memperbaiki keadaan pasien di negaranya. Mereka terus menerus mengingatkan kami bahwa perang melawan TB tidak dapat dimenangkan tanpa memberdayakan pasien. Faktanya, pekerjaan mereka tak ternilai dalam meningkatkan kesadaran mengenai efek samping penyakit ini dan mengenai perlunya kami untuk berinvestasi pada alat yang lebih baik. Program TB yang kurang didanai secara serius akan sangat mengekang semangat dan kekuatan para juara TB ini.


Setelah Summer Institute kami berakhir, jelas untuk satu dan semua bahwa kontribusi Deepti dan Nandita menjadi sorotan institusi tahun ini. Mereka berbicara kenyataan, mengambil hati kami, dan mengingatkan kami bahwa kami perlu membuat sebuah kesempatan untuk pasien dalam konferensi ilmu pengetahuan kelas, dan even kami. Setelah semuanya, jika kita peduli bahwa pengetahuan kami akan membuat perbedaan , maka kita harus benar-benar mendengarkan mereka yang sangat membutuhkan kemajuan pengetahuan ini. Terimakasih Nandita dan Deepti untuk 2 minggu yang menginspirasi. More power to you!


Rabu, 02 Agustus 2017

TUBERKULOSIS YANG SUSAH DILUPAKAN DUNIA


"Bangkit kembalinya wabah TB merupakan masalah bagi negara yang sedang berkembang dan negara maju."


Komunitas International akan memerlukan tanggapan dan kerjasama yang lebih luasdan menyeluruh terhadap tuberkulosis jika ingin menghentikan penyakit kuno ini. “kata James Trauer.

Tuberkulosis (TB)  disebut sebagai ancaman menular di dunia, menjadi penyebab atas lebih banyaknya kematian setiap tahunnya daripada organisme lain. Meskipun demikian, hal ini sering terlupakan dengan beban belanja negara yang rendah, dimana riwayatnya jauh lebih rendah daripada beberapa penyakit menular utama lainnya.

Selama beberapa tahun, TB diperkirakan menurun dan pun statistik resmi melaporkan penurunan beban penyakit. Bagaimanapun, justru selama 3 tahun terakhir setiap tahunnya, total anggaran belanja global pada TB lebih besar dari tahun sebelumnya. Tidak dapat disangkal, mungkin hal ini berhubungan dengan peningkatan diagnosis, pengawasan dan teknik untuk menaksir jumlah kasus, tetapi perasaan bahwa bangkit kembalinya penyakit kuno ini akan sulit untuk dihindari.

Beberapa faktor seperti meningkatnya resistensi obat, urbanisasi dan tingginya HIV dapat menjadi pengaruh terhadap masalah ini, sementara peningkatan jumlah pengungsi dan orang terlantar secara global berarti bahwa penyakit tersebut tidak dapat terus dibiarkan dengan perhatian yang sangat sedikit oleh negara maju

Begitu pula dengan total beban TB yang diabaikan, umumnya prevalensi resistensi obat mungkin juga tidak diakui. Meskipun hanya sebagian kecil dari semua kasus TB dunia dilaporkan sebagai sangat resisten obat (Resisten Banyak Obat (Multi drug resistant /MDR), tes MDR-TB biasanya hanya ditujukan untuk pasien yang berpeluang besar seperti rentan dengan resistensi obat.

 Meskipun angka yang dilaporkan sangat rendah pada pasien MDR-TB yang sebelumnya belum pernah mendapatkan perawatan TB, tapi mungkin sekali terdapat kesalahan diagnosis seperti pasien saat pertamakali datang pengobatan, sehingga menjadikan angka ini menjadi lebih rendah dari yang sebenarnya.

Meskipun banyaknya masalah resistensi obat, WHO urung memasukkan bakteri TB dalam daftar 12 bakteri resisten antibuiotik prioritas global belakangan ini. Dasar kebenarannya adalah bahwa dulu TB sudah pernah benar-benar prioritas utama. Dengan sebuah patogen penting untuk merebut pengakuan, kehilangan kesempatan ini benar-benar menyebabkan frustasi pada seluruh organisasi yang terlibat memerangi TB.

Mengingat beban peynakit yang sangat besar dan tantangan tambahan yag dihadapi oleh mereka yang melawan nya, seperti dana yang tidak mencukupi dan resistensi obat, sebuah sambutan yang meluas dengan jelas akan menjadi perkembangan yang menggembirakan.

Dalam konteks ini, strategi End TB WHO menyerukan pengurangan yang pada beban TB dan sebuah akhir dari kerugian bencana yang dipikul oleh keluarga yang terinfeksi. Strategi semacam itu adalah sebuah seruan ambisius terahadap perang dan apa saja yang benar-benar dibutuhkan jika ingin merealisasikan visi dunia bebas TB.

Namun, saat pengendalian terhadap tiga penyakit menular yang besar (HIV, malaria, TB) adalah satu dari delapan tujuan Pembangunan Millenium pra-2015, kesehatan, dan kesejahteraaan secara keseluruhan hanya merupakan satu dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pasca-2015. Sementara itu, negara-negara berpenghasilan rendah semakin berjuang melawan epidemi ganda baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular.

Bahkan saat sudah menggunakan target baru yang ambisius ini, profil TB jika dibandingkan dengan prioritas kesehatan dan pembangunan yang lain tampaknya telah turun. Kebetulan hal ini bukanlah permainan zero-sum (red=monopoli), ketika epidemi TB selalu berkaitan erat dengan kemiskinan dan marginalisasi, sementara penguatan sistem kesehatan secara luas menambah campur tangan pengobatan TB.

Dan juga mencapai perkembangan sosioekonomi yang lebih luas, kunci utama kesuksesan kami dalam mencapai tujuan paska-2015 untuk TB akan menjadi kerjasama tingkat internasional. Karena jumlah kasus bervariasi lebih dari 200 kali lipat antara beban terendah (misalnya USA) dan beban tertinggi (misalnya Afrika Selatan) pengendalian global hanya akan dicapai melalui penurunan penyakit yang drastis di negara yang berpenghasilan rendah dan beban penyakit yang tinggi.

Negara-negara kaya dengan beban TB rendah mungkin memilih untuk menangani TB hanya sebagai salah satu masalah migrasi atau masalah hak asasi manusia. Keseimbangan ini mungkin akan sulit didapat.

Mengingat bahwa sebagian besar kasus di negara-negara kaya terjadi pada mereka yang lahir di luar negara mereka, penurunan yang ditargetkan dapat dicapai dengan menemukan dan mengobati infeksi inaktif pada imigran, tetapi hanya untuk negara-negara tertentu.

Hal ini juga memungkinkan untuk membuat uraian ekonomi untuk meningkatkan kontrol dengan menunjukkan jumlah korban ekonomi yang sangat besar bahwa TB menyebabkan tingginya tingkat kematian pada orang dewasa yang sebelumnya sehat dan produktif. Namun, saat ini TB membutuhkan setidaknya 6 bulan pengobatan , dukungan yang konsisten dari layanan kesehatan yang kuat, bahkan jenis TB RO akan memerlukan perawatan tertentu dan pengobatan yang lebih mahal.

Singkatnya, tidak hanya khusus fokus pada screening migrasi tetapi juga terhadap pertimbangan yang tanpa kompromi pada anggaran ekonomi untuk mencapai tujuan mengakhiri TB.

Sebagai gantinya, mengadopsi dari Universal Health Coverage secara menyeluruh yang mencakup pendekatan baik pencegahan dan pengobatan, bersamaan dengan perlindungan dalam biaya keuangan akan menjadi satu-satunya jalan untuk mencapai visi End TB Strategy. Pendekatan ini harus didukung melalui dialog tentang menghargai yang selamat dan memberikan pengobatan secara efektif (bagi yang sakit) merupakan sebuah hak asasi manusia, bahkan untuk pasien yang paling susah dijangkau sekali pun.

Artikel dialihbahasakan dari :The world can’tafford to forget tuberculosis








Rabu, 12 Juli 2017

APAKAH VAKSIN TB DAPAT MENYEMBUHKAN DIABETES TIPE 1?

APAKAH VAKSIN TB DAPAT MENYEMBUHKAN DIABETES TIPE 1?
Ilmuwan menemukan suntikan BCG dapat menyembuhkan penyakit.
Oleh Gemma Mullin

Suntikan BCG dalam percobaan ilmuan ditemukan hal ini dapat mengembalikan respon tepat imunitas pada sel yang memproduksi insulin di pangkreas.

Mengulang kembali vaksin TB dapat menyembuhkan diabetes tipe 1, ilmuwan percaya akan meningkatnya harapan yang berpotensi sembuh.

Suntikan BCG dapat me-reset sistem imun untuk menghentikan penyebab utama penyakit, saran penelitian baru.

Sumber : https://www.thesun.co.uk/living/3783213/could-the-tb-vaccine-cure-type-1-diabetes-scientists-discover-bcg-jab-can-reverse-the-disease/


Vaksin BCG dapat memutarbalikkan dampak dabetes tipe 1, kesimpulan penelitan baru

Diabetes tipe 1 adalah penyakit autoimun yang mencegah tubuh untuk memproduksi insulin.
Insulin adalah hormon yang membantu tubuh untuk mengubah gula darah menjadi gula otot.
Hal ini sering didiskrpsikan sebagai kunci untuk membuka pintu sel tubuh.
Ketika pintu itu terbuka dan glukosa masuk maka sel tubuh dapat menggunakannya sebagai pasokan energi. Tanpa insulin, maka tidak ada kunci untuk membuka pintu tersebut dan glukosa menumpuk di dalam darah.

Diabetes tipe 1 ketika sel produksi insulin dirusak, yaitu sistem imun keliru menilai sel tersebut sebagai sel yang berbahaya dan justru merusaknya.

Sekarang, sebuah tim ahli di Rumah Sakit Umum Massachusetts percaya bahwa suntikan BCG dapat memutar balikkan sebab kerusakan itu pada sel produksi insulin
Suntikan tersebut saat ini diberikan kepada anak berusia 13 di sekolah sebagai bagian dari program imunisasi NHS.

Tetapi ilmuwan sekarang percaya bahwa dosis dua kali lipat dapat menjadi kunci untuk menyebuhkan diabetes tipe 1.

Dr. Denise Fastman, yang memimpin percobaan, mengatakan vaksin itu dapat memicu perubahan permanen pada gen tubuh yang dapat mengembalikan sel imun, disebut Tregs.

Tregs juga diketahui sebagai rem sistem imun dan secara normal bekerja untuk menghentikan kekeliruan tubuh dalam menyerang diri sendiri.

Dengan menarik rem itu mungkin sistem imun berhenti menyerang pangkreas, penyebab diabetes tipe 1.

Teori tersebut juga berlaku pada penyakit autoimun lain, termasuk multiple sclerosis, kata peneliti.

Sumber : https://www.thesun.co.uk/living/3783213/could-the-tb-vaccine-cure-type-1-diabetes-scientists-discover-bcg-jab-can-reverse-the-disease/



Ini mungkin pengobatan pertama untuk diabetes tipe 1, kata ilmuwan

Dr. Faustman mengatakan :”BCG itu menarik karena dapat membawa banyak manfaat pada bidang imunologi yang kami sebagai manusia telah mencarinya selama beberapa dekade, termasuk Tregs dan hipotesis kebersihan.


Apakah perbedaan antara diabetes tipe 1 dan tipe 2?
Semua diabetes menyebabkan gula darah berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada normal, tetapi perbedaan 2 tipe ini disebabkan 2 hal yang berbeda.
Perbedaannya terletak pada apa yang menyebabkan kekurangan insulin-sering disebut sebagai kunci yang membuka pintu sel untuk glukosa.

Dengan diabetes tipe 1, pangkreas seseorang tidak memproduksi insulin, tetapi pada diabetes tipe 2 tubuh resisten terhadap insulin, sehingga butuh insulin yang lebih banyak daripada kisaran normal.

Diabetes tipe 2 berhubungan dengan obesitas
Diabetes tipe 2 adalah bentuk diabetes paling umum-sekitar 85%-95% dari semua kasus diabetes, berdasarkan pada diabetes UK.https://www.diabetes.org.uk/Diabetes-the-basics/What-is-Type-2-Diabetes/

Biasanya, psien yang didiagnosis diabetes tipe 2 berumur 40 tahuanan.
Para ahli memperkirakan meningkatnya kasus diabetes tipe 2 itu disebabkan oleh peningkatan kasus obesitas- penyebab utama diabetes tipe 2.

Diabetes tipe 2 dapat dikendalikandengan obat dan banyak orang yang dapat mengembalikan kondisi mereka dengan melakukan gaya hidup sehat- diet sehat dan olah raga.

Diabetes tipe 1 itu lebih langka.

Diabetes tipe 1 itu lebih langka, dan diderita sekitar 10% kasus diabetes pada orang dewasa.

Hal ini dapat dikendalikan dengan suntikan insulin harian atau dengans ebuah pompa insulin.

Bentuk ini biasa diderita dan ditemukan sejak balita atau sebelum umur 40 dan tidak berhubungan dengan obesitas.






Mengulang vaksin BCG mucul untuk menghidupkan gen Tregs secara permanen, dan keuntungan vaksin berdampak pada respon induk imun dalam evolusi manusia dengan myocbacteria selama beberapa dekade, sebuah hubungan yang telah hilang karena kebiasaan makan dan gaya hidup."

“Luar biasa bahwa vaksin aman dan murah mungkin bisa menjadi kunci untuk menghentikan penyakit mengerikan ini”

Tim Faustman adalah kelompok pertama yang memeriksa lebih lanjut dalam penyembuhan penyakit diabetes tipe 1 pada tikus.

Kemudian mereka benar-benar sukses dalam percobaan klinis fase 1 pada vaksin BCG manusia.

Sekarang mereka melakukan percobaan fase 2 selama 5 tahun menyertakan 150 orang dalam penelitian apakah suntikan BCG ulang dapat menyembuhkan diabetes tipe 1 pada orang dewasa.

Penelitian itu ditampilkan dalam sesi ilmuan ke-75 pada Asosiasi Diabetes Amerika.