Rabu, 28 Juni 2017

HUBUNGAN VIT. A DENGAN TUBERKULOSIS

KEKURANGAN VITAMIN A BERPENGARUH DALAM PENYEBARAN TB DI SEKITAR PASIEN

Oleh : Andy Polhamus

Penemuan dipublikasikan di Clinical Infectious Diseases mengindikasikan bahwa kekurangan vitamin A sangat memprediksi terhadap penularan TB di masyarakat Peru (Obyek Penelitian) yang tinggal di sekitar pasien TB.
Gambar diambil dari https://www.google.co.id/search?q=vitamin+A&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwihiebokrDUAhUJsY8KHYUiBYoQ_AUICigB&biw=958&bih=881#imgrc=cinGoxHCOAycRM:


Berbagai garis faktor pengaruh menunjukkan bahwa ada hubungan antara status sosialekonomi dengan TB yang mungkin ditengarai oleh status gizi” tulis Omowunmi Aibana,MD,MPH dari devisi pengobatan dalam umum di Universitas Pusat Sains Kesehatan Texas, Houston bersama rekan-rekannya. “Meskipun berbagai dokumen studi tentang kekurangan mikronutrisi pada pasien TB, beberapa studi yang sebelumnya telah ada telah menilai status gizi sebagai penentu berkembangnya bakteri TB menjadi penyakit. Meskipun kurangnya data mengenai resiko TB, beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan peran vitamin A dalam merespon kekebalan terhadap bakteri".

Aibana dan rekannya menunjukkan sebuah penelitian kasus kontrol dari 6.751 penduduk di Lima , Peru yang serumah dan berhubungan dengan pasien TB. Peneliti menggunakan kelas eksperimen berupa kontak keluarga yang tidak memiliki HIV dan yang menjadi TB 15 hari atau setelahnya setelah terdaftar. Mereka mencocokkan setiap kasus dengan 4 kelas kontrol yang secara random dipilih dari keluarga yang kontak dengan pasien TB dan tidak tertular TB. Kemudian diprediksi dengan teknik odds ratio untuk TB dengan tingkat karotenoid dan vitamin A menggunaklan teknik regresi logistik bersyarat. Penelitian menyimpulkan, sebanyak 192 peserta berkembang menjadi TB selama masa tindak lanjut. Aibana dan rekannya mengevaluasi 180 kelas eksperimen dan 709 kelas kontrol yang cocok.

Pasien yang kekurangan vitamin A itu memiliki resiko 10 kali lipat untuk tertular TB (dibulatkan dari OR=10.53 ; 95% CI, 3.73-19.7), laporan para peneliti. Aibana dan rekannya menggarisbawahi bahwa resiko TB meningkat pada setiap tingkatan pada penurunan kuartil vitamin A.
Gambar diambil dari :https://www.google.co.id/search?q=TB+citizen&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjaw6uZk7DUAhUSSo8KHeVGBT4Q_AUICygC&biw=958&bih=881

Kami menemukan tingkat vitamin A diantara orang-orang yang terpapar TB di rumah pasien sangat memprediksi munculnya kasus TB selama 12 bulan setelahnya, bergantung pada” peneliti mengungkapkan” Jika hubungan antara kekurangan vitamin A dan perkembangan TB terbukti menjadi sebab-akibat, pemberian suplemen vitamin A kepada orang-orang dengan resiko terpapar TB yang tinggi dapat menjadi solusi yang murah, aman dan efektif dalam mencegah perkembangan infeksi TB menjadi TB aktif” 


Kamis, 22 Juni 2017

MENGAPA HIV TIDAK LAGI MEMATIKAN

MENGAPA HIV TIDAK LAGI MEMATIKAN
Diana Wangari

Sumber gambar : https://www.tballiance.org/why-new-tb-drugs/global-pandemic

Ketika membahas HIV, bukanlah virus yang akan membunuhmu, tetapi penyakit yang lain. Imunitas tubuh yang lemah dan penyakit yang bisa disembuhkan adalah jawabannya.

Pemikiran paling umum, satu-satunya hal yang dibutuhkan adalah minum obat antivirus. Tetapi pejuang HIV meminta pengobatan yang lebih komprehensif, termasuk pencegahan infeksi dan konseling psikologi. Oleh karenanya, beban biasanya terletak pada urusan infeksi sekunder, Tuberkulosis adalah masalah yang serius. Hal ini adalah salah satu masalah serius tentang apa itu sebenarnya positif HIV dan terinfeksi TB.

Berbaring di ranjang tidur rumah sakit, Joshua melirik celengannya yang hilang, yang selama ini ada dipikirannya. Rumah sakit itu sudah menjadi rumahnya selama 3 bulan terakhir dan saat pasien lain bersiap untuk bertemu dengan teman dan kerabat mereka pada pukul 12.30, Joshua masih tetap dalam posisi berbaring.

Tidak ada orang yang akan datang untuk menjenguknya, belum ada orang yang menengoknya selama 2 bulan terakhir. Dia masih sangat mengaharapkanya saat minggu-minggu pertama, tetapi seiring berjalannya waktu dia sadar akan realitanya, mereka sudah menyerah padanya. Tetapi siapakah yang berhak menyalahkan mereka? Mereka semua memiliki kehidupan untuk bertahan hidup, dan rencana dan tujuan yang ingin dicapai.

Mereka tidak harus merasa terbebani. Bukan oleh orang seperti dia yang kebetulan terasa memburuk setiap bulannya atau sebagaimana orang desa mengatakan “pria terkutuk”. Joshua sudah dinyatakan positif HIV satu tahun yang lalu. Dia sudah ceroboh  satu kali dan sekarang konsekuensinya akan terus menghantuinya. Penjaga bar menolak mengaku menjadi sumbernya dan ketika dia menyarankan untuk cek HIV, dia menjawabnya dengan menyebarkan kabar bahwa Joshua positif HIV di seluruh desa.

Di sebuah komutas yang kecil seperti miliknya, kabar menyebar sangat ceat dan segera semua orang mulai menjauhinya. Orang-orang terus berbisik-bisik saat dia lewat dan tidak ada yang mau bersamanya. Mereka bertingkah seolah mereka akan tertular ketika bersinggungan dengannya.

Ya, desa kecil di pedalaman sehingga mitos tersebut sangat mempengaruhi mereka. Dia dipaksa menutup tokonya, karena setelah semua yang terjadi, pelanggannya tidak lagi setia padanya. Bagaimanapun hal terbesar datang setelah istrinya meninggalkannya. Begitu banyak hal terjadi yang bisa ditahan seorang istri : gossip, tatapan menghakimi, bahkan teman-temannya menghilang.

Tetapi kelaparan yang amat, diantaranya biaya mendukung antivirus untuk suaminya dan harus mendukung suami dan anaknya dengan penghasilan yang kecil, dia harus melakukan sesuatu.

Kemudian dia mengepak semua tas nya dan kembali ke rumah orang tuanya dengan membawa anaknya.

Hal itulah yang membawa Joshua ke Nairobi, kota besar diamana seorang pria dapat bekerja meski hanya menjadi cleaning service. Hal tersebut dimulai dengan karirnya menjadi seorang pekerja keras, sebagaimana yang diceritakam pada ‘Kenya’. Dia akan melakukan pekerjaan apapun asalkan dibayar dan saat malam dia kembali ke sebuah gubuk yang satu kamarnya dihuni dengan 2 pria lain, semuanya adalah pekerja keras.

Saat dia mulai batuk, dia berpikiran bahwa itu hanyalah batuk dan ketika merasa mual dia menganggapnya sebagai tanda kelelahan. Ketika dia pingsan di jalan, beberapa penduduk baik yang lewat, segera membawanya ke rumah sakit, dimana setelah bebarapa kali tes dia didiagnosis TB.

Dia mengakui. Dia sudah menghubungi kakak yang masih hidup, dan sudah datang menjenguknya selama beberapa minggu pertama. Beban obat TB dan HIV mulai berpengaruh padanya dan dia selalu menyimpan ember di bawah tempat tidurnya untuk berjaga ketika mual menyerang. Efek obat telah menguras habis energinya, sehingga terkadang dia tidak ke kamar mandi sehingga celananya sering basah.

Tetapi yang mengganggunya adalah tagihan rumah sakit yang terus tumbuh dan ketika dia meminta bantuan kakaknya, mereka menghilang. Joshua tidak dapat menyalahkan mereka, mereka juga pekerja keras dan dia adalah pria dengan HIV dan TB. Inilah kilasan pasien yang bertahan hidup dengan HIV dan infeksi TB.

Dr. Anthonu Harries, Senior Advisor, International Union Against Tuberculosis and Lung Disease mengatakan :”Asosiasi HIV TB dapat dikendalikan dengan peningkatan skala yang lebih baik dan penerapan alat yang tersedia saat ini. Contohnya kita memerlukan lebih banyak orang yang terinfeksi HIV terdiagnosis lebih cepat agar terapi antivirus sebagai jalan yang penting dalam pencegahan TB. Kita perlu melakukan tes TB untuk semua pasien dengan HIV dan mereka yang positif TB harus cepat mulai terapi anti virus dan terapi pencegahan co trimoxazole secepatnya. Kita sudah mendapatkan kemajuan yang baik beberapa tahun ini ,tetapi hanya dengan cakupan yang menyeluruh kita dapat meraih kemenangan

Fakta
  • 35,3 juta orang bertahan hidup dengan HIV pada tahun 2012 dan hampir 1/3 nya terinfeksi TB laten. HIV menjadi faktor resikonye besar dalam perkembangan menjadi TB aktif.
  • Meski faktanya TB itu dapat disembuhkan dan HIV dapat diobati, 320 ribu orang meninggal dengan dua penyakit tersebut.
  • Perkiranya 1,2 juta orang memerlukan simulasi pengobatan untuk dua penyakit ini pada tahun 2012.
  • Dari pasien TB, ditemukan menjadi HIV + pada tahun 2012, 57% terdaftar dalam terapi antiretroviral. 80% menerima terapi pencegahan kotrimoksazol sesuai kebutuhan.



Dialihbahasakan dari artikel :Why HIV does not kill anymore

Minggu, 11 Juni 2017

KAUM URBAN ADALAH PEMBAWA TB TERBARU.

Artikel Malaysia: Pembawa  TB terbaru adalah kaum urban.



http://www.boombastis.com/fakta-tentang-malaysia/14044

Dengan gaya hidup kota yang sibuk dan tekanan untuk mengatasi biaya hidup yang tinggi, banyak kaum urban yang sudah terindentifikasi menjadi pembawa TB. Karena beberapa alasan yang masuk akal, banyak kaum urban yang hidup di kondisi yang mengenaskan seperti pemukiman padat dengan ventilasi yang buruk dan kurang menjaga kebersihan. Hal ini menjadi tempat berkembang biaknya penyakit menular dan juga mudah untuk tertular

Senior Konsultan Pernapasan di Institute of Respiratory Medicine Prof Datuk Dr Abdul Razak Mutallif mengatakan penyebaran TB cenderung pada kelompok tersebut. “Keluarga besar tinggal di sebuah rumah sempit dengan ventilasi dan kondisi kehidupan yang buruk” katanya pada Malay Mail.

Solusi umumnya adalah mereka yang hidup di area perkotaan seharusnya memiliki standar kehidupan yang lebih baik tetapi bukan hanya kondisinya saja

Beliau mengatakan bahwa di samping kondisi kehidupan yang buruk , jumlah pekerja imigran di kota dan hidup di tempat yang ramai seperti kongsis juga merupakan faktor penyumbang.

Dr Abdul Razak mengatakan meskipun mereka yang tinggal area urban memiliki akses ke rumah sakit, mereka datang ke perawataanya terlabat karena penolakan.

Di area pedesaan, mereka memiliki ventilasi yang baik dan kondisi kehidupan yang lebih baik meskipun pusat kesehatan disana sangat terbatas dan keterlambatan dalam bantuan obat” imbuhnya.

Sabah memiliki jumlah tertinggi dalam kasus TB skala nasional, tetapi hal ini dikarenakan akses menuju rumah sakit. Mereka tinggal jauh di daerah pedalaman dan untuk mencari bantuan medis menjadi sangat sulit. Mereka memiliki gaya hidup yang bagus tetapi terlambat cek medis

Tiga negara bagian dengan kasus TB tertinggi adalah Sabah, Selangor, dan Serawak, dengan jumlah total hampir setengah kasus TB di Malaysia

TB juga memiliki peringkat kematian tertinggi di antara semua penyakit menular termasuk DBD, HIV dan Malaria.

Hari TB sedunia di adakan tanggal 24 Maret setiap tahunnya adalah kesempatan untuk menarik perhatian tentang beban TB dan menyorot pencegahan dan perawatan TB.

Apa itu TB?
TB adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang dikenal dengan Mycobacterium tuberculosis atau basil Kock dan peling banyak menyerang paru-paru.

Bagaimana TB menyebar?
Tb menyebar melalui udara dan tumbuh pada sistem imun yang jelek. Penyakit ini dapat diobati dan dapat dicegah dengan penyediaan obat yang efektif dan jika pasien datang lebih awal. Ketika pasien TB paru-paru batuk, bersin, meludah otomatis mendorong bakteri TB ke udara. Seseorang bisa tertular TB hanya dengan menghirup beberapa bakteri tersebut. TB juga dapat menyerang bagian tubuh yang lain seperti otak, tulang, limpa dan hati.

Apa saja pengobatanyya?
Mengobati TB memerlukan waktu yang cukup lama. Tergantung pada umur pasien, berat badan, kesehatan dan resistensinya terhadap obat, rangkaian antibiotik dapat diberikan minimal 6 bulan. Isoniazid, Rifampin (Rifadin, Rimactane), Ethambutol (Myambutol) and Pyrazinamide adalah obat paling umum digunakan. Untuk pasien yang resisten obat, Bedaquiline dan Linezoid juga dapat disertakan pada pengobatan. Ketika merasakan gejala TB, gunakan masker selama 2 minggu. Penting bagi pasien TB untuk menyelesaikan antibiotik mereka sebagaimana ditentukan dalam rangka penyembuhan TB.


Minggu, 04 Juni 2017

BERJUANG MENELITI OBAT TUBERCULOSIS



"HANYA KAMI SENDIRI YANG MELAKUKANNYA", PERJUANGAN MENELITI OBAT TB


TB membunuh orang lebih banyak daripada HIV, tetapi obat untuk penyakit ini hampir tidak membaik selama 50 tahun. Inilah waktu yang mendesak untuk berinovasi.



Dr Ana Cavalheiro dengan tim MSF di Machiton Hospital di Tajikistan sebagai perawat setempat menjelaskan bagaimana menggunakan obat TB baru. Foto: MSF

Empat tahun yang lalu, Médecins Sans Frontières (MSF) memutuskan untuk mensponsori dan menjalankan percobaan klinis tuberkulosisnya sendiri. Tujuannya adalah untuk menemukan rejimen pengobatan baru untuk TB yang resistan terhadap obat (TB RO) yang secara umum lebih baik daripada yang tersedia saat ini.

Sebagai organisasi yang khusus memberikan perawatan kesehatan darurat jangka pendek, hal ini merupakan langkah yang berani dan baru untuk diambil. Tapi hal ini adalah keputusan yang datang dari rasa frustrasi, kemarahan dan ketidaksabaran kami atas nama lebih dari 20.000 orang penderita TB yang kami obati setiap tahun. Kami terdorong untuk mencari perawatan yang lebih baik, karena terlalu sedikit perusahaan farmasi, organisasi atau universitas yang benar-benar melakukannya.

Setiap hari 4.900 orang meninggal karena TB, penyakit menular yang menyerang paru-paru dan menyebabkan demam, batuk, dan membuat sulit bernafas. Ini adalah salah satu dari 10 penyebab kematian di seluruh dunia dan sekarang membunuh lebih banyak orang daripada HIV.

Namun penyakitnya tidak sampai menerima perhatian yang pantas. Perawatan, pengobatan dan diagnostik tetap sangat kekurangan dana. Terlepas dari kenyataan bahwa jumlah orang baru yang didiagnosis dengan TB setiap tahun menurun, jumlah keseluruhan orang yang hidup dengan TB berada pada posisi tertinggi sepanjang masa. Hal ini disebabkan kegagalan menyembuhkan orang yang telah hidup dengan penyakit ini.

Diperkirakan dua dari setiap lima orang sakit TB dibiarkan tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Obat-obatan untuk mengobati TB hampir tidak membaik dalam 50 tahun.

Diagnosa dan obat-obatan yang tidak memadai membuat kompleksitas dan tingkat keparahan penyakit semakin memburuk. TB perlu diobati dengan berbagai antibiotik yang berbeda, namun obat ada telah digunakan selama beberapa dekade. Akibatnya jumlah kasus TB menjadi resisten obat yang semakin mengkhawatirkan. Bertambahnya jumlah pasien yang perawatan enam bulan mereka dinyatakan belum berhasil dan masih memiliki TB.

John, Penderita TB RO bermain dengan troli obat di samping ibunya Elizabeth, juga kasus MDR-TB, pada Médecins Sans Frontières-run klinik di Nairobi pada tahun 2015. Foto: Tony Karumba / AFP / Getty.

 Orang yang didiagnosis dengan TB RO menghadapi pengobatan dua tahun yang melelahkan. Selama waktu itu mereka harus menelan lebih dari 10.000 pil dan mendapat suntikan sehari-hari yang menyakitkan. Efek sampingnya sering kali menjadikannya tidak sanggup. Misalnya, mual secara konstan, sakit sendi, tuli permanen dan bahkan psikologis. Banyak pasien harus menghabiskan waktu lama di rumah sakit, tidak dapat mencari nafkah dan terputus dari teman dan keluarga serta semua hal yang berkaitan dengan kehidupan normal.

Pada akhir tahun kedua, hanya setengah dari orang-orang ini yang dinyatakan berhasil.

Salah satu alasan utama kurangnya investasi TB adalah kebanyakan orang dengan penyakit ini tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Imbasnya, hanya ada sedikit insentif finansial bagi perusahaan farmasi untuk mengembangkan atau meneliti obat baru. Hal ini juga karena perusahaan obat mendapatkan keuntungan finansial dengan mematenkan obat. Hak paten ini membatasi bagaimana obat tersebut dapat digunakan. Karena sejumlah obat diperlukan untuk membunuh TB, sulit untuk meneliti obat baru jika sudah dikembangkan oleh perusahaan lain yang telah mematenkan sendiri obatnya. Akibatnya, hanya dua obat baru yang dikembangkan dalam 50 tahun terakhir yang tersisa dan berada di luar jangkauan kebanyakan pasien. Tidak ada cukup petunjuk atau penelitian untuk merekomendasikan penggunaannya secara luas dan juga tidak ada keterangan bagaimana menggunakannya sebagai bagian dari rejimen baru.

Sebagai organisasi dokter, perawat dan staf medis lainnya, kami merasa sangat frustrasi karena ribuan pasien kami terus menderita perawatan yang panjang dan beracun dan gagal ini. Akhirnya cukup sudah, kami memutuskan untuk melakukan sesuatu sendiri untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik untuk pasien kami.

Kami ingin menjalankan penelitian secara tulus, dengan fokus pada orang-orang yang paling membutuhkan perawatan yang lebih baik, di mana hasilnya akan berdampak nyata pada kehidupan masyarakat. Kami memutuskan untuk mencoba kombinasi obat-obatan yang hanya perlu dilakukan selama enam bulan, tanpa suntikan yang menyakitkan setiap hari, pil lebih sedikit, yang diharapkan memiliki efek samping yang lebih ringan dan berpotensi lebih efektif dalam menyembuhkan semua bentuk TB RO.




Kementerian kesehatan Uzbekistan berada di pintu masuk bangsal yang menangani uji klinis obat TB, TB PRACTECAL. Foto: Alpamis Babaniyazov / MSF


Setelah bertahun-tahun bekerja keras, TB PRACTECAL dimulai pada akhir Januari 2017 di Uzbekistan. Ini adalah percobaan klinis penuh fase III dengan empat lokasi di Uzbekistan, Belarus dan Afrika Selatan. 630 peserta akan mengambil kombinasi dua obat anti-TB baru (bedaquiline dan pretomanid) dengan tiga obat lain yang ada (linezolid, clofazimine dan moxifloxacin) pada kelompok kontrol.

Ketika pasien pertama mengambil pil pertama percobaan ini terasa seperti kejadian sejarah yang menarik dan penting. Tapi kenyataannya kita masih punya jalan yang panjang.

Hasil percobaan pertama diperkirakan dalam dua tahun dan hasil akhir dalam empat tahun. Jika berhasil, kombinasi pengobatan ini dapat direkomendasikan untuk digunakan secara luas oleh WHO dan diluncurkan di negara-negara di seluruh dunia.

Tetapi bahkan jika percobaan ini berhasil, meski kami berharap hal itu dapat berdampak nyata pada kehidupan beberapa orang dengan TB yang resistan terhadap obat, ini hanya akan menjadi langkah kecil dalam upaya mengatasi epidemi global ini.

Awalnya, kita akan memerlukan jalur obat baru untuk menggantikan yang lebih tua. Hal ini karena obat lama menjadi kurang efektif. MSF juga telah memprakarsai Proyek 3P yang bertujuan untuk menciptakan pendekatan baru yang lebih kolaboratif dalam mendanai dan mengembangkan obat TB, karena model yang ada jelas tidak berfungsi.

Tentu saja, MSF tidak bisa mengatasi krisis TB sendirian. Kami juga membutuhkan alat diagnostik yang lebih baik yang juga dapat diakses oleh mereka yang paling membutuhkan. Kami memerlukan cara yang lebih baik untuk mengembangkan obat individual dan cara yang lebih cepat dalam menggabungkannya ke dalam rejimen. Kami membutuhkan kombinasi yang sesuai untuk anak-anak. Dan semua pengobatan itu haruslah terjangkau.

Dengan ribuan orang yang meninggal setiap hari akibat TB , perlu ada respon global terhadap krisis global ini.

Dr Bern-Thomas Nyang’wa adalah seorang spesialis TB di Médecins Sans Frontières/Doctors Without Borders (MSF).

Artikel dialihbahasakan dari :