Oleh : Dr. Madhukar Pai
Sebagai seorang
peneliti Tuberkulosis (TB), aku (red : Dr. Madhukar Pai) sudah
menyimpulkan hasil yang menunjukan bahwa kualitas perawatan TB perlu banyak diperhatikan ,
terutama di negara-negara dengan resiko TB tinggi misal India.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien seringnya terdiagnosa
sangat terlambat dan dokter jarang memberikan tes TB (atau pasien
direkomendasikan untuk melakukan tes), bahkan ketika pasien
menunjukan gejala lama. Kualitas perawatan yang buruk adalahalasan mengapa TB bertanggungjawab lebih banyak nyawa daripadamalaria dan HIV kombinasi dan menduduki peringkat 10 besarkematian didunia.
Tetapi memahami
pengetahuan tidak mampu menahanku merinding, saat mendengar cerita
dari 2 gadis pemberani yang selamat dari TB tentang bagaimana
mengeluarkan isi perutnya dan melawan semua rintangan. Awal bulan
ini, acara dibawakan oleh Deepti Chavan
dan Nandita Venkatesan
dari India pada McGill Summer Institute di Penyakit Infeksi danKesehatan Global. Kami membukakan materi kemajuan diagnosa TB dengan menanyakan
Nandita dan Deepti untuk mengatakan mengapa diagnosis yang tepat
sangat penting bagi pasien. Dan seperti apa efek yang telah dia
alami.
Deepti Chavan, telah memenangkan pertarungannya melawanTB. Dia didiagnosis TB ketika umur 16 tahun, setelah beberapa minggu
mengalami gejalanya. Di semua keadaannya, dia menahan 6 tahun terapi
obat yang beracun, termasuk 400 suntikan yang menyakitkan dan
sebagian besar paru-paru yang terinfeksi harus dioperasi agar kembali
pulih dari TB RO yang parah.
Selama pembukaan
acara yang menyentuh, Deepti berbicara tentang bagaimana dia periksa
pada beberapa dokter dan tentang bagaimana sebagian besar dokter
mengubah antibiotiknya tanpa melakukan tes kinerja obat. “Saya
benar-benar ingin tahu jika obat TB yang saya minum itu manjur atau
tidak” katanya. Praktisnya, melakukan tes resistensi obat pada
semua pasien TB untuk memastikan pengobatan itu adalah jalan yang
efektif. Hal itu benar-benar diperlukan, kata Deepti.” Kami
tidak bisa membahayakan kehidupan pasien TB dengan diagnosis
terlambat dan memberinya perawatan yang tidak tepat,” dia
berpendapat “Mungkin jika dokterku sudah melakukan tes
resistensi obat lebih cepat, paru-paruku seharusnya bisa
diselamatkan”
Nandita Venkatesan
menceritakan kembali perjuangannya yang dimulai sejak umur 17tahun. Ketika dia didiagnosis memiliki TB perut dan memulai pengobatan
setelah gelajanya berkembang selama 3 bulan, itu pun harus berulang
kembali pada umur 23 tahun. Pada waktu itu, dia perlu dioperasi dua
kali untuk bertahan hidup.
Bagian yang tidak
menyenangkan dari semuanya itu setelah ulang tahun yang ke-24 ketika
bangun tidur dan benar-benar tidak mendengar apapun. Nandita
kehilangan pendengarannya karena efek Kanamycin, obat TB tingkatan
kedua yang harus diminum oleh pasien TB RO. Di TEDx talk dengan judul
“Dari suara menjadi Sunyi- Pelajaran dari perjalanan menujukehilangan pendengaran”, Nandita memberikan kami kesempatan mengintip duniamya yang sunyi,
tantangan, dan doa dalam menghadapi masyarakat yang tidak ramah pada orang-orang
dengan disabilitas, pertimbangannya untuk mendapatkan kembali
pekerjaannya dan bagaimana dia memulai menarilagi.
Dalam pidatonya di
MacGill, Nandita menantang kami (red : peneliti) untuk kembali dengan
diagnosis yang lebih baik untuk TB extra paru. “Sebuah hasil tes
untuk meneliti resistensi obat membutuhkan waktu 6 minggu Tetapi
waktu tersebut sudah cukup untuk mebolakbalikkan kehidupan
pasien”katanya. Dia juga sangat memohon untuk mengembangkan
obat TB menjadi lebih baik dengan efek samping yang lebih sedikit.
Dia menanyakan mengapa semua pasien pengobatan tingkat 2 tidak
mendapatkan tes pendengaran secara rutin untuk menutupi kemungkinan
kehilangan pendengaran? Pasien tidak hanya memerlukan diagnosis yang
tepat, tetapi juga membutuhkan tindak lanjut yang memadai dan
monitoring selama pengobatan yang panjang, katanya
Perempuan di india
di kucilkan ketika mereka memiliki TB. Tetapi hal ini tidak
menghentikan perjuangan Deepti dan Nandita. Mereka adalah advokat
yang mumpuni sekarang, berjuang melawan TB di India dan terlibat
dengan ilmuwan dan pemerintah untuk memperbaiki keadaan pasien di
negaranya. Mereka terus menerus mengingatkan kami bahwa perang
melawan TB tidak dapat dimenangkan tanpa memberdayakan pasien.
Faktanya, pekerjaan mereka tak ternilai dalam meningkatkan kesadaran
mengenai efek samping penyakit ini dan mengenai perlunya kami untuk
berinvestasi pada alat yang lebih baik. Program TB yang kurang
didanai secara serius akan sangat mengekang semangat dan kekuatan
para juara TB ini.
Setelah Summer
Institute kami berakhir, jelas untuk satu dan semua bahwa kontribusi
Deepti dan Nandita menjadi sorotan institusi tahun ini. Mereka
berbicara kenyataan, mengambil hati kami, dan mengingatkan kami bahwa
kami perlu membuat sebuah kesempatan untuk pasien dalam konferensi
ilmu pengetahuan kelas, dan even kami. Setelah semuanya, jika kita
peduli bahwa pengetahuan kami akan membuat perbedaan , maka kita
harus benar-benar mendengarkan mereka yang sangat membutuhkan
kemajuan pengetahuan ini. Terimakasih Nandita dan Deepti untuk 2
minggu yang menginspirasi. More power to you!
Dialihbahasakan dari artikel : Tuberculosis Survivors Give Us A Much-Needed Perspective
Tidak ada komentar:
Posting Komentar