Pekan Gizi Nasional
(5 September di India) adalah waktu yang tepat untuk meninjau kembali
hubungan gizi dan Tuberkulosis.
Kira-kira dalam
waktu 3 menit, artikel ini habis dibaca, 3 orang di suatu tempat di
India meninggal karena TB. India menanggung beban proporsi
tuberkulosis global yang signifikan, mengandung seperempat kasusu di
dunia. Lebih dari 2 juta orang India terserang TB setiap tahunnya.
Kami sangat menyadari pentingnya faktor pengobatan dan dukungan TB
yang patut mendapatkan perhatian di India, termasuk juga kesadaran
yang lebih baik, diagnosis dini, peningkatan akses terhadap Obat
Anti Tuberkulosis (OAT), deteksi terhadap resistensi obat dan
penyelesaian pengobatan. Nutrisi, bagaimanapun, adalah aspek yang
penting dalam pengobatan yang sering diabaiakan.
Riwayat medis penuh
dengan bukti anekdotal yang menyoroti peran nutrisi dalam membantu
pasien pulih dari TB. Kembali di abad 19, TB adalah penyakit umum di
seluruh Eropa. Tidak tersedia obat anti TB sehingga pasien sering
dikirim ke sanatorium , dimana mereka menjalani rejimen harian yang
ketat yang terdiri dari makanan bergizi, banyak udara segar,
istirahat dan aktivitas terbatas. Dan banyak dari mereka mampu pulih.
Dengan sedang berlangsungnya Pekan Gizi Nasional, inilah saat yang
tepat untuk meninjau kemabil hubungan antara gizi dan tuberkulosis
Hubungan antara TB dan gizi buruk
Kekurangan gizi
merupakan faktor resiko berat untuk TB . Penyakit
ini, pada saat tertentu, mengakibatkan perubahan patofisiologis yang
menyebabkan kekurangan gizi. Pasien TB mengalami kehilangan nafsu
makan, memiliki laju metabolisme basal (BMR) yang lebih tinggi dan
berkurangnya kemampuan untuk mensintesis protein dalam tubuh,
menyebabkan pemborosan otot, kekurangan lemak, dan penurunan berat
badan, serta kekurangan mikro dan makronutrien. Kekurangan gizi
dikombinasikan dengan durasi pegobatan TB yang lama dan obat-obatan,
menyebabkan outcome pengobatan yang buruk dan tingkat kekambuhan yang
lebih tinggi.
Kurang gizi pada saat diagnosis TB juga dikaitkan dengan lebih tingginya resiko kematian akibat infeksi.
Pentingnya makanan yang baik saat pemulihan TB
Diperkirakan 70% kasus TB yang timbul, tercatat berada di rentang usia paling produktif (15-54 tahun), seringkali mengakibatkan pasien kehilangan pekerjaan yang mungkin menjadi tulang punggung bagi keluarga mereka.
Bahkan, keadaan hidup yang tidak bersih, keterbatasan akses menuju
fasilitas kesehatan dan kurangnya kesadaran membuat keluarga yang
kurang mampu menjadi lebih rentan dan memaksa mereka pada masalah
keuangan yang lebih rumit. Oleh karena itu, penting untuk
memberikan dukungan berupa nutrisi yang dibutuhkan pasien dan
keluarga mereka dengan harapan dapat meningkatkan harapan sembuh pada
pengobatan dan mengurangi penularan TB ke anggota keluarga lain.
Asupan kalori,
protein, mikronutrien dan makronutrien yang cukup selama pemulihan TB
dapat membantu menambah jumlah kalori dan energi yang dibutuhkan
akibat infeksi, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan reaksi
biokimia yang terlibat dalam proses perbaikan dan pemulihan sel dan
jaringan, dan membantu penanganan gejala TB dan efek sampingnya.
Pasien TB harus mendapatkan 45%-65% kebutuhan energi hariannya dari
karbohidrat, 25%-35% dari lemak dan 15%-30% dari protein. Beberapa
nutrisi penitng untuk pasien adalah vitamin A, B6, C,D,E, asam folat,
temabaga, besi, selenium dan seng, karena berperan penting dalam
fungsi yang berhubungan dengan sel dan kekebalan tubuh.
Memberikan dukungan nutrisi bagi mereka yang membutuhkan.
Pemerintah
Chhattisgarh (red-Negara bagian dari India) telah menjadi orang
pertama yang meluncurkan skema inovatif untuk memberikan bantuan
nutrisi kepada pasien TB. Mukhyamantri Kshay Poshan Yojana (red:
Program kesejahteraan oleh Pemerintah India) menyediakan sekeranjang
makanan bulanan yang mencakup minyak kacang kedelai, kacang tanah,
dan susu bubuk bagi setiap 30.000 pasien. Di kota-kota lain seperti
Visakhapatnam (Andhra Pradesh-red-Negara bagian India) dan Indore
(Madhya Pradesh- red-Negara bagian India), memberikan nutrisi yang
dibutuhkan kepada pasien TB, terutama yang tinggal di daerah
terpencil.
Sangat penting, pada saat diagnosis itu sendiri, untuk mengecek status gizi pasien dan memberikan konseling kepadanya tentang peran nutrisi.
Kita harus
melakukan hal ini tanpa mengesampingkan faktor standar rejimen dan
‘monitoring’ TB. Pengecekan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
profesional atau petugas layanan kesehatan terlatih lainnya di pusat
kesehatan masyarakat. Beberapa parameter seperti tinggi badan, berat
badan, lingkar lengan atas (pada anak-anak), riwayat medis, tanda
kekurangan gizi klinis(misalnya busung lapar, wasting), bersamaan
dengan evaluasi makanan dan cek kondisi kormobid (penampakan dari 2
buah penyakit yang bersamaan) untuk menilai apakah pasien tersebut
kekurangan gizi. Menawarkan suplemen nutrisi juga dapat disebut
sebagai insentif bagi pasien untuk memotivasi mereka agar patuh dan
dapat menyelesaikan pengobatannya.
India telah membuat
langkah yang signifikan dalam mengurangi prevalensi TB dan moralitas
TB dalam 25 tahun terakhir. Bagaimanapun, untuk menghapus label India sebagai negara dengan beban TB global tertinggi, maka kita perlu
bersatu dalam memberikan dukungan nutrisi ke dalam strategi
pengobatan, perawatan dan dukungan TB, khususnya untuk masyarakat
yang kurang mampu.
Red: Indonesia memiliki beban TB tertinggi kedua, setelah India
Artikel dialihbahasakan dari How Eating Right Can Improve Outcomes For Tuberculosis Patients
Intinya dek TB itu penyakit yang seperti apa ya? kok saya belum bisa mengambil intinya, hanya menemukan hal-hal yang didiagnosis sebagai TB?
BalasHapusmba sayangggg, maapkeun jawabanku yang luamaaa sekali. Karena aku butuh belajar juga, aku konfirmasi sana sini agar artikelku memiliki dasar, hahahaha...
HapusIntipin yaa https://jendelatb.blogspot.co.id/2017/11/mengenal-lebih-dekat-dengan-tb-1.html