"HANYA KAMI SENDIRI YANG MELAKUKANNYA", PERJUANGAN MENELITI OBAT TB
TB membunuh orang lebih banyak daripada HIV, tetapi obat untuk penyakit ini hampir tidak membaik selama 50 tahun. Inilah waktu yang mendesak untuk berinovasi.
Dr Ana Cavalheiro dengan tim MSF di Machiton Hospital di Tajikistan sebagai perawat setempat menjelaskan bagaimana menggunakan obat TB baru. Foto: MSF |
Empat tahun yang
lalu, Médecins Sans Frontières (MSF) memutuskan untuk mensponsori
dan menjalankan percobaan klinis tuberkulosisnya sendiri. Tujuannya
adalah untuk menemukan rejimen pengobatan baru untuk TB yang
resistan terhadap obat (TB RO) yang
secara umum lebih
baik daripada yang tersedia saat ini.
Sebagai organisasi
yang khusus memberikan perawatan kesehatan darurat jangka pendek, hal
ini merupakan langkah yang berani dan baru untuk diambil. Tapi hal
ini adalah keputusan yang datang dari rasa frustrasi, kemarahan dan
ketidaksabaran kami atas nama lebih dari 20.000 orang penderita TB
yang kami obati setiap tahun. Kami terdorong untuk mencari perawatan
yang lebih baik, karena terlalu sedikit perusahaan farmasi,
organisasi atau universitas yang
benar-benar
melakukannya.
Setiap hari 4.900
orang meninggal karena TB, penyakit menular yang menyerang paru-paru
dan menyebabkan demam, batuk, dan membuat sulit bernafas. Ini adalah
salah satu dari 10 penyebab kematian di seluruh dunia dan sekarang
membunuh lebih banyak orang daripada HIV.
Namun penyakitnya
tidak sampai menerima perhatian yang pantas. Perawatan, pengobatan
dan diagnostik tetap sangat kekurangan dana. Terlepas dari kenyataan
bahwa jumlah orang baru yang didiagnosis dengan TB setiap tahun
menurun, jumlah keseluruhan orang yang hidup dengan TB berada pada
posisi tertinggi sepanjang masa. Hal ini disebabkan kegagalan
menyembuhkan orang yang telah hidup dengan penyakit ini.
Diperkirakan dua dari setiap lima orang sakit TB dibiarkan tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Obat-obatan untuk mengobati TB hampir tidak membaik dalam 50 tahun.
Diagnosa dan
obat-obatan yang tidak memadai membuat kompleksitas dan tingkat
keparahan penyakit semakin memburuk. TB perlu diobati dengan berbagai
antibiotik yang berbeda, namun obat ada telah digunakan selama
beberapa dekade. Akibatnya
jumlah kasus
TB menjadi
resisten obat
yang semakin
mengkhawatirkan.
Bertambahnya jumlah
pasien yang perawatan enam bulan mereka dinyatakan belum berhasil dan
masih memiliki TB.
John, Penderita TB RO bermain dengan troli obat di samping ibunya Elizabeth, juga kasus MDR-TB, pada Médecins Sans Frontières-run klinik di Nairobi pada tahun 2015. Foto: Tony Karumba / AFP / Getty. |
Orang yang didiagnosis dengan TB RO menghadapi pengobatan dua tahun
yang melelahkan. Selama waktu itu mereka harus menelan lebih dari
10.000 pil dan mendapat suntikan sehari-hari yang menyakitkan. Efek
sampingnya sering kali menjadikannya tidak sanggup. Misalnya, mual
secara konstan, sakit sendi, tuli permanen dan bahkan psikologis.
Banyak pasien harus menghabiskan waktu lama di rumah sakit, tidak
dapat mencari nafkah dan terputus dari teman dan keluarga serta semua
hal yang berkaitan dengan kehidupan normal.
Pada akhir tahun kedua, hanya setengah dari orang-orang ini yang
dinyatakan berhasil.
Salah satu alasan utama kurangnya investasi TB adalah kebanyakan
orang dengan penyakit ini tinggal di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Imbasnya, hanya ada sedikit insentif finansial bagi
perusahaan farmasi untuk mengembangkan atau meneliti obat baru. Hal
ini juga karena perusahaan obat mendapatkan keuntungan finansial
dengan mematenkan obat. Hak paten ini membatasi bagaimana obat
tersebut dapat digunakan. Karena sejumlah obat diperlukan untuk
membunuh TB, sulit untuk meneliti obat baru jika sudah dikembangkan
oleh perusahaan lain yang telah mematenkan sendiri obatnya.
Akibatnya, hanya dua obat baru yang dikembangkan dalam 50 tahun
terakhir yang tersisa dan berada di luar jangkauan kebanyakan
pasien. Tidak ada cukup petunjuk atau penelitian untuk
merekomendasikan penggunaannya secara luas dan juga tidak ada
keterangan bagaimana menggunakannya sebagai bagian dari rejimen baru.
Sebagai organisasi dokter, perawat dan staf medis lainnya, kami
merasa sangat frustrasi karena ribuan pasien kami terus menderita
perawatan yang panjang dan beracun dan gagal ini. Akhirnya cukup
sudah, kami memutuskan untuk melakukan sesuatu sendiri untuk
mendapatkan perawatan yang lebih baik untuk pasien kami.
Kami ingin
menjalankan penelitian secara tulus, dengan fokus pada orang-orang
yang paling membutuhkan perawatan yang lebih baik, di mana hasilnya
akan berdampak nyata pada kehidupan masyarakat. Kami memutuskan untuk
mencoba kombinasi obat-obatan yang hanya perlu dilakukan selama enam
bulan, tanpa suntikan yang menyakitkan setiap hari, pil lebih
sedikit, yang diharapkan memiliki efek samping yang lebih ringan dan
berpotensi lebih efektif dalam menyembuhkan semua bentuk TB RO.
Kementerian kesehatan Uzbekistan berada di pintu masuk bangsal yang menangani uji klinis obat TB, TB PRACTECAL. Foto: Alpamis Babaniyazov / MSF |
Setelah
bertahun-tahun bekerja keras, TB PRACTECAL dimulai pada akhir Januari
2017 di Uzbekistan. Ini adalah percobaan klinis penuh fase III dengan
empat lokasi di Uzbekistan, Belarus dan Afrika Selatan. 630 peserta
akan mengambil kombinasi dua obat anti-TB baru (bedaquiline dan
pretomanid) dengan tiga obat lain yang ada (linezolid, clofazimine
dan moxifloxacin) pada kelompok kontrol.
Ketika pasien
pertama mengambil pil pertama percobaan ini terasa seperti kejadian
sejarah yang menarik dan penting. Tapi kenyataannya kita masih punya
jalan yang panjang.
Hasil percobaan
pertama diperkirakan dalam dua tahun dan hasil akhir dalam empat
tahun. Jika berhasil, kombinasi pengobatan ini dapat direkomendasikan
untuk digunakan secara luas oleh WHO dan diluncurkan di negara-negara
di seluruh dunia.
Tetapi bahkan jika
percobaan ini berhasil, meski kami berharap hal itu dapat berdampak
nyata pada kehidupan beberapa orang dengan TB yang resistan terhadap
obat, ini hanya akan menjadi langkah kecil dalam upaya mengatasi
epidemi global ini.
Awalnya, kita akan
memerlukan jalur obat baru untuk menggantikan yang lebih tua. Hal ini
karena obat lama menjadi kurang efektif. MSF juga telah memprakarsai
Proyek 3P yang bertujuan untuk menciptakan pendekatan baru yang lebih
kolaboratif dalam mendanai dan mengembangkan obat TB, karena model
yang ada jelas tidak berfungsi.
Tentu saja, MSF
tidak bisa mengatasi krisis TB sendirian. Kami juga membutuhkan alat
diagnostik yang lebih baik yang juga dapat diakses oleh mereka yang
paling membutuhkan. Kami memerlukan cara yang lebih baik untuk
mengembangkan obat individual dan cara yang lebih cepat dalam
menggabungkannya ke dalam rejimen. Kami membutuhkan kombinasi yang
sesuai untuk anak-anak. Dan semua pengobatan itu haruslah terjangkau.
Dengan ribuan orang
yang meninggal setiap hari akibat TB , perlu ada respon global
terhadap krisis global ini.
Dr
Bern-Thomas Nyang’wa adalah
seorang spesialis
TB di
Médecins Sans Frontières/Doctors Without Borders (MSF).
Artikel
dialihbahasakan dari :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar